5.Cermati Kutipan Cerita berikut!
Hari bergulir ke Maghrib. Dan si nenek masih saja di tempat semula, nyaris tak beranjak, memunguti dedaunan yang selalu saja berguguran di halaman. Tubuh tuanya yang kusut basah oleh keringat. Napasnya terengah-engah. Ketiga orang itu tak bisa berbuat lain, kecuali menjaganya. Ketika maghrib tiba, dan orang-orang melakukan sembahyang, si nenek masih saja memunguti dedaunan.
”Siapa dia?” bisik salah seorang jemaah kepada temannya, ketika mereka meninggalkan masjid. Tentu saja tak ada jawaban, selain ”entah”.
”Nek, istirahatlah… ini sudah malam.”
”Kalau Bapak mau pulang, silakan saja… biarkan saya di sini dan melakukan ini semua.”
”Nek, mengapa nenek menyiksa diri seperti ini?”
”Tidak. Saya tidak menyiksa diri. Ini… mungkin bahkan belum cukup untuk sebuah ampunan,” ucapnya sambil menghapus air matanya.
Haji Brahim terdiam. Mencoba mereka-reka apa yang telah diperbuat si nenek di masa lalunya.
Lama setelah kisah itu sampai kepadaku, aku tercenung. Rupanya, menurut Haji Brahim kepadaku, nenek itu hadir mungkin sebagai contoh. ”Mungkin juga dia memang berdosa besar—sesuai pengakuannya kepada saya,” ucap Haji Brahim kepadaku beberapa waktu lalu. ”Dan… dia melakukan semacam istighfar dengan mengumpulkan sebanyak mungkin daun yang ada di halaman, mungkin begitu… saya tak yakin. Yang jelas, mata kami jadi terbuka. Sekarang masjid kami cukup ramai.”
Pasti banyak yang mau menyapu halaman,” godaku.
”Iya… ha-ha-ha… benar.”
”Memangnya bisa begitu, Ji?”
”Maksudnya, ampunan Allah? Ya, saya yakin bisa saja. Allah Maha Berkehendak, apa pun jika Dia berkenan, masak tidak dikabulkan?” ucap Haji Brahim tenang.
Aku terdiam. Kubayangkan dedaunan itu, yang jumlahnya mungkin ribuan helai itu, melayang ke hadirat Allah, membawa goresan permohonan ampun.
Shalawat Dedaunan karya Yanusa Nugroho
Mengapa nenek tua itu bersikeras ingin membersihkan halaman masjid dengan mengambil daun yang berguguran satu per satu?