[....]
Tanah di pekuburan umum itu masih basah ketika para pentakziah sudah pulang. Sementara Ogal masih duduk sambil sesekali menyeka air matanya. Teriknya sang surya mengantarkan kepergian Ibu. Ibu yang selama ini paling dia hormati dan cintai, kamarin telah meninggal dunia, menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Burung-burung camar terbang rendah dan sesekali mencelupkan paruhnya di air laut. Bu Tutik dan suaminya masih berdiri di belakang sambil menunggu Ogal. Kedua orang tua asuh itu sangat setia kepada Ogal.
“Rasanya saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi, Bu,” tiba-tiba Ogal berkata dengan suara agak berat. Bu Tutik memegang lengan Ogal sambil mengelus rambutnya.
“Jangan berkata begitu, anakku. Kami akan menjadi orang tuamu sampai kapanpun.”
[....]
Latar waktu cerita pada kutipan cerpen tersebut adalah ...