Perhatikan berita kasus berikut!
Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengetok palu yang berdampak pada pembatalan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Lembaga peradilan tertinggi tersebut mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir.
Pada 2 Januari 2020, KPCDI menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung. Mereka minta itu dibatalkan. Perpres tersebut mengatur kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, sampai dengan 100 persen.
Tony Samosir menyatakan alasan, pasien kronis cenderung mendapat diskriminasi dari perusahaan karena dianggap sudah tidak produktif lagi, sehingga rawan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan.
Kemudian, MA mengelar sidang putusan yang mengabulkan pembatalan tersebut. Vonis diambil majelis hakim yang beranggotakan Yoesran, Yodi Martono, dan Supandi pada 27 Februari 2020. Sedangkan keputusan pembatalan ini dikeluarkan pada Senin, 9 Maret 2020.
"Kabul permohonan hukum sebagian," tulis MA dalam putusannya, yang dikutip Liputan6.com.
Dalam sidang putusan MA, hakim menilai bahwa kenaikan iuran tersebut bertentangan dengan banyak pasal. Salah satunya Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Pasal 23, Pasal 28 H Jo, Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Lalu Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Selain itu, bertentangan pula dengan Pasal 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Selanjutnya juga bertentangan dengan Pasal 4 Jo Pasal 5, dan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Informasi pada berita tersebut ditinjau dari pendapat ahli, mencerminkan prinsip demokrasi yaitu....