Aku memberi selamat kepada kedua pengantin. Mereka tersenyum kelihatan agak sungkan.
“Monggo, Den Yanto, silahkan duduk.”
Den Yanto! Ia memanggilku den, tidak lagi nak.
Aku tertarik pada seorang bocah patah di seblah Sumarni.
Entah mengapa aku ingin menegurnya. Apakah karena matanya mirip dengan Sri?
“Sopo jenengmu, cah ayu?” tanyaku sambil men-jawil pipinya.
“Yanti …,” jawabnya dengan cukup kenes.
(Perkawinan, I Yudhi Sunarto)
Kalimat kritik yang sesuai dengan isi kutipan adalah…