PENILAIAN AKHIR TAHUN

PENILAIAN AKHIR TAHUN

12th Grade

10 Qs

quiz-placeholder

Similar activities

PLS Bahaya Gadget 2020/2021

PLS Bahaya Gadget 2020/2021

12th Grade

10 Qs

Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara

Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara

12th Grade

10 Qs

Tes Pengembangan Diri

Tes Pengembangan Diri

1st Grade - University

12 Qs

Pretest dan Post Test

Pretest dan Post Test

9th - 12th Grade

10 Qs

PPKn Tema 1 Subtema 1

PPKn Tema 1 Subtema 1

4th Grade - Professional Development

15 Qs

LATSO PKN SEM 2

LATSO PKN SEM 2

11th - 12th Grade

10 Qs

Jujur dan disiplin

Jujur dan disiplin

9th - 12th Grade

9 Qs

SUMATIF 1 PKN KELAS 9 SMT-GANJIL TP 2020-2021

SUMATIF 1 PKN KELAS 9 SMT-GANJIL TP 2020-2021

10th - 12th Grade

15 Qs

PENILAIAN AKHIR TAHUN

PENILAIAN AKHIR TAHUN

Assessment

Quiz

Moral Science

12th Grade

Easy

Created by

Masudi Hudi

Used 1+ times

FREE Resource

AI

Enhance your content in a minute

Add similar questions
Adjust reading levels
Convert to real-world scenario
Translate activity
More...

10 questions

Show all answers

1.

OPEN ENDED QUESTION

5 mins • 1 pt

tengah sibuk membuka tumpukan kertas di atas mejanya. Lembar demi lembar diparafnya. Lalu, bel berdering saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang pegawai perempuan memakai baju batik masuk membawa keluar dokumen tersebut. ”Maaf, saya selesaikan tanda tangan dulu. Laporannya ditunggu Pak Menteri (Menteri Sosial Republik

Indonesia),” ucapnya masih dengan senyum.

Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan instansi yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Jabatannya adalah kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kemensos RI.

Sepintas tidak ada yang berbeda dari penampilan Eva. Duduk di kursi belakang meja kerjanya, ia terlihat normal. Namun, di tembok samping mejanya ada sebuah kursi roda plus dua tongkat alat bantu jalan tersandar. Sebagai tunadaksa sejak lahir, Eva bergantung pada alat tersebut untuk mobilisasi. ”Kalau keliling kantor ya pakai ini,” ujarnya menunjuk kursi roda dan tongkat itu.

Berada dalam keterbatasan fisik bukan halangan bagi Eva Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Dia dilantik sebagai kepala Puslitbangkesos, Kemensos pada 26 Agustus lalu oleh Menteri Sosial (saat itu) Agus Gumiwang Kartasasmita. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim adalah satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas yang menjabat eselon II. ”Kita semua setara dan punya kesempatan yang sama,” tuturnya.

Dalam pidato pelantikan, Agus Gumiwang saat itu mengatakan, Eva diangkat sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama bukan karena dia difabel. Perempuan itu memang layak menempati jabatan tersebut. Sesuai penilaian panitia seleksi (pansel) lelang jabatan, dia memiliki nilai tertinggi. Menurut Eva, kondisi fisik bukan penghalang meraih jabatan tinggi asal disertai disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah. ”Apalagi, regulasi mendukung,” imbuhnya.

Seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, difabel mempunyai hak memperoleh kesempatan mengembangkan jenjang karier. Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. Itu mengintegrasikan hak difabel dalam rencana pembangunan nasional. Eva menyatakan, dua regulasi tersebut memberikan payung hukum yang kuat bagi kaum difabel untuk mengeksplorasi potensi mereka.

Meskipun demikian, Eva tidak menampik bahwa masih ada kalangan yang meremehkan difabel, tak terkecuali di instansi yang dipimpinnya. Di Puslitbangkesos Kemensos, dia memimpin 40-an pegawai.  Walaupun ada yang meremehkannya, Eva tak peduli karena yakin mampu. Dalam memimpin dia menganut filosofi main layang-layang. Ada saatnya diulur dan ada waktunya pula ditarik kencang sehingga ritme kerja berjalan harmonis.

Dalam memegang jabatan sebagai Kepala Puslitbangkessos, ia memiliki sejumlah pemikiran. Tentukanlah Pemikiran Anda dengan Literasi di atas

"Pasti hidup Anda sangat sulit karena menjadi disabilitas"

Evaluate responses using AI:

OFF

2.

OPEN ENDED QUESTION

5 mins • 1 pt

tengah sibuk membuka tumpukan kertas di atas mejanya. Lembar demi lembar diparafnya. Lalu, bel berdering saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang pegawai perempuan memakai baju batik masuk membawa keluar dokumen tersebut. ”Maaf, saya selesaikan tanda tangan dulu. Laporannya ditunggu Pak Menteri (Menteri Sosial Republik

Indonesia),” ucapnya masih dengan senyum.

Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan instansi yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Jabatannya adalah kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kemensos RI.

Sepintas tidak ada yang berbeda dari penampilan Eva. Duduk di kursi belakang meja kerjanya, ia terlihat normal. Namun, di tembok samping mejanya ada sebuah kursi roda plus dua tongkat alat bantu jalan tersandar. Sebagai tunadaksa sejak lahir, Eva bergantung pada alat tersebut untuk mobilisasi. ”Kalau keliling kantor ya pakai ini,” ujarnya menunjuk kursi roda dan tongkat itu.

Berada dalam keterbatasan fisik bukan halangan bagi Eva Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Dia dilantik sebagai kepala Puslitbangkesos, Kemensos pada 26 Agustus lalu oleh Menteri Sosial (saat itu) Agus Gumiwang Kartasasmita. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim adalah satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas yang menjabat eselon II. ”Kita semua setara dan punya kesempatan yang sama,” tuturnya.

Dalam pidato pelantikan, Agus Gumiwang saat itu mengatakan, Eva diangkat sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama bukan karena dia difabel. Perempuan itu memang layak menempati jabatan tersebut. Sesuai penilaian panitia seleksi (pansel) lelang jabatan, dia memiliki nilai tertinggi. Menurut Eva, kondisi fisik bukan penghalang meraih jabatan tinggi asal disertai disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah. ”Apalagi, regulasi mendukung,” imbuhnya.

Seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, difabel mempunyai hak memperoleh kesempatan mengembangkan jenjang karier. Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. Itu mengintegrasikan hak difabel dalam rencana pembangunan nasional. Eva menyatakan, dua regulasi tersebut memberikan payung hukum yang kuat bagi kaum difabel untuk mengeksplorasi potensi mereka.

Meskipun demikian, Eva tidak menampik bahwa masih ada kalangan yang meremehkan difabel, tak terkecuali di instansi yang dipimpinnya. Di Puslitbangkesos Kemensos, dia memimpin 40-an pegawai.  Walaupun ada yang meremehkannya, Eva tak peduli karena yakin mampu. Dalam memimpin dia menganut filosofi main layang-layang. Ada saatnya diulur dan ada waktunya pula ditarik kencang sehingga ritme kerja berjalan harmonis.

Dalam memegang jabatan sebagai Kepala Puslitbangkessos, ia memiliki sejumlah pemikiran. Tentukanlah Pemikiran Anda dengan Literasi di atas

Apa saja kendala-kendalanya serta bagaimana jalan keluarnya agar pemenuhan hak-hak disabilitas di Indonesia berjalan secara optimal?

Evaluate responses using AI:

OFF

3.

OPEN ENDED QUESTION

5 mins • 1 pt

tengah sibuk membuka tumpukan kertas di atas mejanya. Lembar demi lembar diparafnya. Lalu, bel berdering saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang pegawai perempuan memakai baju batik masuk membawa keluar dokumen tersebut. ”Maaf, saya selesaikan tanda tangan dulu. Laporannya ditunggu Pak Menteri (Menteri Sosial Republik

Indonesia),” ucapnya masih dengan senyum.

Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan instansi yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Jabatannya adalah kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kemensos RI.

Sepintas tidak ada yang berbeda dari penampilan Eva. Duduk di kursi belakang meja kerjanya, ia terlihat normal. Namun, di tembok samping mejanya ada sebuah kursi roda plus dua tongkat alat bantu jalan tersandar. Sebagai tunadaksa sejak lahir, Eva bergantung pada alat tersebut untuk mobilisasi. ”Kalau keliling kantor ya pakai ini,” ujarnya menunjuk kursi roda dan tongkat itu.

Berada dalam keterbatasan fisik bukan halangan bagi Eva Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Dia dilantik sebagai kepala Puslitbangkesos, Kemensos pada 26 Agustus lalu oleh Menteri Sosial (saat itu) Agus Gumiwang Kartasasmita. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim adalah satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas yang menjabat eselon II. ”Kita semua setara dan punya kesempatan yang sama,” tuturnya.

Dalam pidato pelantikan, Agus Gumiwang saat itu mengatakan, Eva diangkat sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama bukan karena dia difabel. Perempuan itu memang layak menempati jabatan tersebut. Sesuai penilaian panitia seleksi (pansel) lelang jabatan, dia memiliki nilai tertinggi. Menurut Eva, kondisi fisik bukan penghalang meraih jabatan tinggi asal disertai disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah. ”Apalagi, regulasi mendukung,” imbuhnya.

Seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, difabel mempunyai hak memperoleh kesempatan mengembangkan jenjang karier. Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. Itu mengintegrasikan hak difabel dalam rencana pembangunan nasional. Eva menyatakan, dua regulasi tersebut memberikan payung hukum yang kuat bagi kaum difabel untuk mengeksplorasi potensi mereka.

Meskipun demikian, Eva tidak menampik bahwa masih ada kalangan yang meremehkan difabel, tak terkecuali di instansi yang dipimpinnya. Di Puslitbangkesos Kemensos, dia memimpin 40-an pegawai.  Walaupun ada yang meremehkannya, Eva tak peduli karena yakin mampu. Dalam memimpin dia menganut filosofi main layang-layang. Ada saatnya diulur dan ada waktunya pula ditarik kencang sehingga ritme kerja berjalan harmonis.

Dalam memegang jabatan sebagai Kepala Puslitbangkessos, ia memiliki sejumlah pemikiran. Tentukanlah Pemikiran Anda dengan Literasi di atas

Karena perbedaan fisik kadang anak anak disabilitas mendapatkan diskriminasi. bagaimana pendapatmu tentang hal tersebut?

Evaluate responses using AI:

OFF

4.

OPEN ENDED QUESTION

5 mins • 1 pt

Gratifikasi dan Hadiah

Arti gratifikasi dapat diperoleh dari Penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian diterima baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian Definisi tersebut menunjukkan bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian yang bersifat netral. Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.

Terminologi gratifikasi baru dikenal dalam ranah hukum pidana Indonesia sejak tahun 2001 melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 12B dan 12C tersebut diatur mengenai delik gratifikasi mengatur ancaman pidana bagi setiap pegawai negeri/penyelenggara negara yang menerima segala bentuk pemberian yang tidak sah dalam pelaksanaan tugasnya, atau yang diistilahkan sebagai gratifikasi dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik Arti gratifikasi dapat diperoleh dari Penjelasan yang dianggap suap dan tidak melaporkannya pada KPK dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja.

Aturan yang melarang penerimaan dalam bentuk apa pun itu sebenarnya telah ada jauh sebelum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterbitkan. Larangan tersebut secara terperinci telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1992 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup, khususnya Pasal 7 dan 8.

Pada saat gratifikasi dirumuskan melalui revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK belum ada. Melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dibentuklah KPK dan untuk semakin memperjelas kelembagaan penanganan laporan gratifikasi, dibentuklah direktorat khusus yang menangani penegakan pasal gratifikasi. Pada Pasal 26 juncto Pasal 13 UU KPK dibentuk Subbidang Gratifikasi yang berada pada Deputi Pencegahan.

Praktik memberi dan menerima hadiah sesungguhnya merupakan hal yang wajar dan hidup dalam hubungan kemasyarakatan. Praktik tersebut dilakukan pada peristiwa alamiah (seperti kelahiran, sakit, dan kematian) dan penyelenggaraan atau perayaan dalam momentum tertentu (seperti akikah, potong gigi, sunatan, ulang tahun, perkawinan, dan acara duka). Dalam konteks adat istiadat, praktik pemberian bahkan lebih bervariasi. Apalagi Indonesia hidup dengan keberagaman suku bangsa dengan segala adat istiadatnya. Dalam banyak suku bangsa tersebut tentu saja terdapat keberagaman praktik memberi dan menerima hadiah dengan segala latar belakang sosial dan sejarahnya.

Dari wacana informasi yang disajikan, praktek pemberian (gratifikasi) dapat mengarah lebih jauh ke dalam tindakan korupsi jika menyangkut beberapa hal berikut ini. Berikan pendapat Anda terkait pertanyan di bawah ini!

    Dalam kondisi apa gratifikasi dianggap sebagai pemberi suap

Evaluate responses using AI:

OFF

5.

OPEN ENDED QUESTION

5 mins • 1 pt

Gratifikasi dan Hadiah

Arti gratifikasi dapat diperoleh dari Penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian diterima baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian Definisi tersebut menunjukkan bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian yang bersifat netral. Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.

Terminologi gratifikasi baru dikenal dalam ranah hukum pidana Indonesia sejak tahun 2001 melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 12B dan 12C tersebut diatur mengenai delik gratifikasi mengatur ancaman pidana bagi setiap pegawai negeri/penyelenggara negara yang menerima segala bentuk pemberian yang tidak sah dalam pelaksanaan tugasnya, atau yang diistilahkan sebagai gratifikasi dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik Arti gratifikasi dapat diperoleh dari Penjelasan yang dianggap suap dan tidak melaporkannya pada KPK dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja.

Aturan yang melarang penerimaan dalam bentuk apa pun itu sebenarnya telah ada jauh sebelum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterbitkan. Larangan tersebut secara terperinci telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1992 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup, khususnya Pasal 7 dan 8.

Pada saat gratifikasi dirumuskan melalui revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK belum ada. Melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dibentuklah KPK dan untuk semakin memperjelas kelembagaan penanganan laporan gratifikasi, dibentuklah direktorat khusus yang menangani penegakan pasal gratifikasi. Pada Pasal 26 juncto Pasal 13 UU KPK dibentuk Subbidang Gratifikasi yang berada pada Deputi Pencegahan.

Praktik memberi dan menerima hadiah sesungguhnya merupakan hal yang wajar dan hidup dalam hubungan kemasyarakatan. Praktik tersebut dilakukan pada peristiwa alamiah (seperti kelahiran, sakit, dan kematian) dan penyelenggaraan atau perayaan dalam momentum tertentu (seperti akikah, potong gigi, sunatan, ulang tahun, perkawinan, dan acara duka). Dalam konteks adat istiadat, praktik pemberian bahkan lebih bervariasi. Apalagi Indonesia hidup dengan keberagaman suku bangsa dengan segala adat istiadatnya. Dalam banyak suku bangsa tersebut tentu saja terdapat keberagaman praktik memberi dan menerima hadiah dengan segala latar belakang sosial dan sejarahnya.

Dari wacana informasi yang disajikan, praktek pemberian (gratifikasi) dapat mengarah lebih jauh ke dalam tindakan korupsi jika menyangkut beberapa hal berikut ini. Berikan pendapat Anda terkait pertanyan di bawah ini!

Kapan gratifikasi dianggap sebagai sebagai korupsi

Evaluate responses using AI:

OFF

6.

OPEN ENDED QUESTION

5 mins • 1 pt

Gratifikasi dan Hadiah

Arti gratifikasi dapat diperoleh dari Penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian diterima baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian Definisi tersebut menunjukkan bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian yang bersifat netral. Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.

Terminologi gratifikasi baru dikenal dalam ranah hukum pidana Indonesia sejak tahun 2001 melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 12B dan 12C tersebut diatur mengenai delik gratifikasi mengatur ancaman pidana bagi setiap pegawai negeri/penyelenggara negara yang menerima segala bentuk pemberian yang tidak sah dalam pelaksanaan tugasnya, atau yang diistilahkan sebagai gratifikasi dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik Arti gratifikasi dapat diperoleh dari Penjelasan yang dianggap suap dan tidak melaporkannya pada KPK dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja.

Aturan yang melarang penerimaan dalam bentuk apa pun itu sebenarnya telah ada jauh sebelum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterbitkan. Larangan tersebut secara terperinci telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1992 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup, khususnya Pasal 7 dan 8.

Pada saat gratifikasi dirumuskan melalui revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK belum ada. Melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dibentuklah KPK dan untuk semakin memperjelas kelembagaan penanganan laporan gratifikasi, dibentuklah direktorat khusus yang menangani penegakan pasal gratifikasi. Pada Pasal 26 juncto Pasal 13 UU KPK dibentuk Subbidang Gratifikasi yang berada pada Deputi Pencegahan.

Praktik memberi dan menerima hadiah sesungguhnya merupakan hal yang wajar dan hidup dalam hubungan kemasyarakatan. Praktik tersebut dilakukan pada peristiwa alamiah (seperti kelahiran, sakit, dan kematian) dan penyelenggaraan atau perayaan dalam momentum tertentu (seperti akikah, potong gigi, sunatan, ulang tahun, perkawinan, dan acara duka). Dalam konteks adat istiadat, praktik pemberian bahkan lebih bervariasi. Apalagi Indonesia hidup dengan keberagaman suku bangsa dengan segala adat istiadatnya. Dalam banyak suku bangsa tersebut tentu saja terdapat keberagaman praktik memberi dan menerima hadiah dengan segala latar belakang sosial dan sejarahnya.

Dari wacana informasi yang disajikan, praktek pemberian (gratifikasi) dapat mengarah lebih jauh ke dalam tindakan korupsi jika menyangkut beberapa hal berikut ini. Berikan pendapat Anda terkait pertanyan di bawah ini!

3.    Apakah orang yang menerima gratifikasi dapat selalu dijatuhi pidana atau tidak

 

Evaluate responses using AI:

OFF

7.

OPEN ENDED QUESTION

5 mins • 1 pt

Diaspora dan Dwi Kewarganegaraan (Bipatride

 

 

Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Gloria Natapradja Hamel mendadak santer dibicarakan publik pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus setahun lalu.

Tepat dua hari sebelum peringatan kemerdekaan, perempuan keturunan Indonesia-Perancis itu dicoret dari daftar pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) di Istana Negara.

Alasannya, Gloria masih memegang paspor Perancis yang berlaku sejak Februari 2014 hingga Februari 2019.

Powered by GliaStudio Siswi Sekolah Islam Dian Didaktika Cinere Depok ini sempat kecewa, namun ia mengaku sama sekali tak menyesal.

"Dari sini saya bisa jadi dewasa. Saya belajar bahwa segala hal yang Anda inginkan belum tentu terwujud," ujar Gloria dalam konferensi pers di Kemenpora, setahun lalu.

Kemenpora saat itu tetap berupaya memastikan Gloria hadir dalam upacara peringatan hari kemerdekaan di Istana Negara, dan akhirnya ia hadir sebagai tamu dan duduk di tribun J dalam upacara pengibaran bendera pagi hari.

Namun belakangan upaya Kemenpora tak sia-sia. Gloria berhasil menemui Presiden Joko Widodo didampingi Menpora Imam Nahrawi untuk menyampaikan permasalahannya.

Ia akhirnya bergabung dengan tim Bima, paskibraka yang menurunkan bendera pada sore hari. Gloria mengaku mendapat pesan dari Presiden Jokowi agar tetap semangat. Pertimbangan melibatkan Gloria sebagai Paskibraka saat itu, adalah karena anak di bawah 18 tahun masih bisa memilih kewarganegaraan.

Menurut UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan, seorang anak hasil kawin campur bisa memiliki dua kewarganegaraan sebelum usia 18 tahun.

Selang kejadian itu, ibunda Gloria, Ira Hartini Natapradja Hamel mengajukan gugatan UU 12/2006 Kewarganegaraan soal ketentuan mendaftarkan diri bagi anak hasil kawin campur yang berusia sebelum 18 tahun ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam pasal 41 UU Kewarganegaraan itu, disebutkan bahwa seseorang yang belum berusia 18 tahun saat UU Kewarganegaraan diberlakukan pada tahun 2006, diberikan waktu paling lambat empat tahun untuk mendaftarkan diri.

Jika merujuk pada ketentuan tersebut, maka Gloria tak bisa lagi mendaftarkan status kewarganegaraannya. Perempuan yang lahir pada tahun 2000 ini seharusnya didaftarkan ke Kemenkumham dalam rentang waktu 1 Agustus 2006 sampai 1 Agustus 2010 apabila hendak memperoleh kewarganegaraan Indonesia.

Proses persidangan uji materi di MK pun memakan waktu tak sebentar. Sejumlah saksi hingga ahli dihadirkan. Dalam persidangan, terungkap, banyak anak hasil kawin campur yang kebingungan menentukan status warga negara.

Mereka umumnya tak tahu soal ketentuan yang mengatur pendaftaran untuk memperoleh status sebagai WNI dalam UU Kewarganegaraan.

Lihat juga:Gloria Natapradja Kecewa Harus Bayar Rp50 Juta untuk Jadi WNI

 

Dari kasus di atas mengapa Gloria Nataraja masih memegang paspor Prancis dan di coret dari daftar Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka di Istana Negara

Evaluate responses using AI:

OFF

Create a free account and access millions of resources

Create resources

Host any resource

Get auto-graded reports

Google

Continue with Google

Email

Continue with Email

Classlink

Continue with Classlink

Clever

Continue with Clever

or continue with

Microsoft

Microsoft

Apple

Apple

Others

Others

By signing up, you agree to our Terms of Service & Privacy Policy

Already have an account?