Mobilitas Penduduk dan Polusi Udara
Jakarta - Dalam beberapa minggu terakhir, linimasa warga Jakarta telah dipenuhi dengan meningkatnya kekhawatiran tentang memburuknya kualitas udara di kota ini. Platform media sosial menjadi ramai dengan kiriman dari ibu-ibu yang khawatir, menyampaikan keluh kesah mereka tentang anak-anak yang menderita penyakit saluran pernapasan, mulai dari batuk yang persisten hingga asma.
Kualitas udara di Jakarta telah mencapai tingkat terburuknya, bahkan sempat menduduki posisi yang kurang menguntungkan sebagai kota terpolusi nomor satu di dunia, menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sehari-hari penduduknya. Di tengah situasi yang menantang ini, masyarakat di Jakarta seakan hanya bisa mengeluh tanpa tahu apa yang bisa dilakukan.
Udara yang buruk mungkin membuat banyak orang harus menghentikan segala aktivitasnya, terutama yang terkait dengan mobilitas seperti bekerja, sekolah, atau keperluan lainnya. Situasi polusi udara yang semakin parah ini menimbulkan ancaman besar bagi kesehatan dan kesejahteraan penduduk kota terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Selain itu polusi udara yang akut disinyalir akan memberikan dampak pula pada mobilitas penduduk perkotaan.
Hubungan rumit antara mobilitas penduduk dan polusi udara memiliki implikasi yang luas baik untuk kesehatan masyarakat maupun kualitas lingkungan. Banyak penelitian telah mengkaji dampak polusi udara terhadap mobilitas penduduk dan sebaliknya, memberikan wawasan berharga tentang dinamika kompleks yang terjadi.
Beberapa penelitian berfokus pada efek polusi udara terhadap kesehatan manusia dan bagaimana hal ini mempengaruhi mobilitas tenaga kerja. Studi seperti yang dilakukan oleh Chen et al. (2013) di China mengungkapkan bahwa paparan polusi udara dalam jangka panjang menyebabkan penurunan harapan hidup, terutama karena kematian akibat penyakit kardiorespirasi. Penurunan harapan hidup ini terkait dengan penurunan mobilitas tenaga kerja, karena individu menjadi kurang tertarik untuk pindah ke daerah dengan tingkat polusi yang lebih tinggi.
Demikian pula, Ebenstein et al. (2017) menemukan bahwa tingkat partikulat (PM10) yang tinggi di udara terkait dengan penurunan harapan hidup dan peningkatan kematian kardiorespirasi, yang dapat berdampak pada mobilitas tenaga kerja. Temuan ini menegaskan dampak negatif polusi udara terhadap mobilitas penduduk dengan secara langsung mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan individu.
Sebaliknya, mobilitas penduduk itu sendiri dapat menjadi faktor penyumbang polusi udara. Penelitian oleh Currie & Walker (2011) di Amerika Serikat mengkaji hubungan antara kemacetan lalu lintas dan kesehatan bayi. Mereka menemukan bahwa mengurangi kemacetan lalu lintas melalui penerapan sistem pengumpulan tol elektronik menghasilkan perbaikan dalam hasil kesehatan bayi, termasuk penurunan kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mengurangi kemacetan lalu lintas dan mempromosikan moda transportasi alternatif dapat efektif mengurangi polusi udara dan dampak kesehatannya.
Selain itu, kompleksitas penggunaan lahan dan peningkatan volume lalu lintas yang berasal dari mobilitas penduduk dapat memperburuk degradasi lingkungan dan berkontribusi pada polusi udara. Studi oleh Surya et al. (2020) di Makassar mengungkapkan bahwa mobilitas penduduk, volume lalu lintas yang tinggi, dan perubahan penggunaan lahan terkait dengan polusi kualitas udara.
Demikian pula, Chen et al. (2021) di China menemukan bahwa tingkat polusi udara lebih tinggi di daerah dengan peluang ekonomi yang lebih besar, yang cenderung menarik lebih banyak aliran penduduk. Temuan ini menyoroti kebutuhan mendesak akan perencanaan perkotaan yang komprehensif dan kebijakan transportasi yang memperhitungkan dampak lingkungan dari mobilitas penduduk.
Pandemi COVID-19 memberikan kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengkaji efek pembatasan mobilitas terhadap polusi udara. Penelitian oleh Mohajeri et al. (2021) di Inggris menemukan penurunan signifikan tingkat polusi udara, terutama nitrogen dioksida (NO2), selama periode mobilitas terbatas.
Demikian pula, Valdes dan Caballero (2021) melakukan penelitian di Wilayah Metropolitan Kota Meksiko dan mengamati perubahan tingkat polusi udara dan mobilitas transportasi publik sebagai akibat pembatasan aktivitas ekonomi. Studi-studi ini menunjukkan bahwa mengurangi mobilitas penduduk, seperti yang terlihat selama pandemi, dapat mengarah pada perbaikan yang signifikan dalam kualitas udara.
Apakah memindahkan sebagian penduduk dapat mengurangi polusi udara?
Memindahkan penduduk ke tempat lain, termasuk ke ibu kota negara baru, memiliki potensi untuk mengurangi polusi udara, sebagaimana dibuktikan oleh beberapa penelitian. Salah satu pendekatan untuk mengurangi polusi udara lokal di kota-kota yang sangat terpolusi adalah dengan memindahkan pabrik-pabrik yang intensif dalam mencemari udara keluar dari kota tersebut (Liu et al., 2022).
Memindahkan pabrik-pabrik industri dapat memberikan manfaat pengurangan emisi yang saling menguntungkan bagi daerah asal dan tujuan (Liu et al., 2022). Dengan memindahkan pabrik-pabrik dari daerah yang sangat terpolusi, konsentrasi polutan udara dapat dikurangi, yang berdampak pada peningkatan kualitas udara.
Dalam konteks Jakarta, polusi udara adalah masalah yang signifikan akibat faktor seperti peningkatan penggunaan kendaraan bermotor (Anggraini et al., 2022). Upaya untuk mengurangi polusi udara di Jakarta telah dilakukan, termasuk berbagai upaya dan model untuk perkiraan kualitas udara (Anggraini et al., 2022). Namun, memindahkan penduduk ke ibu kota negara baru berpotensi memberikan kesempatan untuk menerapkan strategi perencanaan perkotaan dan sistem transportasi yang lebih berkelanjutan yang mengutamakan kualitas lingkungan dan mengurangi polusi udara.
Namun, penting untuk dicatat bahwa efektivitas memindahkan penduduk ke ibu kota negara baru dalam mengurangi polusi udara tergantung pada berbagai faktor, termasuk implementasi kebijakan dan tindakan yang tepat. Memindahkan pabrik industri dan meningkatkan sistem transportasi adalah langkah penting, tetapi harus disertai dengan standar emisi yang ketat, inovasi teknologi, dan praktik produksi yang berkelanjutan (Liu et al., 2022). Selain itu, keberhasilan mengurangi polusi udara melalui pemindahan penduduk juga bergantung pada konteks dan karakteristik khusus dari wilayah tersebut.
Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-6891846/mobilitas-penduduk-dan-polusi-udara.