.Eyang
oleh Putu Wijaya5 poin
Tetapi menjelang malam takbiran. Hummer 3 milyar milik Bos berhenti
depan rumah. Aku meloncat bagai chipansee menghampiri. Begitu kaca
jendela menguak memuntahkan wajahnya yang segar-bugar, aku sudah
menyapa:
”Sore Bos, minal aidin walfa izin. Maaf lahir batin!” Dia membalas lalu
tertawa.
”Jadi sudah pasti, besok?”
”Pasti Bos, sudah ketok palu.”
”Oke. Tapi kalian tidak ke mana-mana seminggu ini, tidak mudik kan?”
”Untuk apa harus mudik, Bos, kalau hati kami sudah di situ hamburhambur duit aja!” Dia tertawa lagi.
”Oke, kalau begitu tolong titip Eyang. Beliau tidak mau ikut tour ke
China, katanya untuk apa ke sana, orang Tionghoanya malah banyak ke
Jawa. Nginap di hotel nggak mau, dititip di super VIP Rumah Sakit
bintang enam juga ogah. Maunya di rumah kalian ini yang sudah
dikenalnya. Oke?!”
Aku belum sempat menjawab, pintu belakang terbuka. Eyang turun
diiringi kopor besar perlengkapannya.
”Salam walaikum…”
Aku sampai lupa membalas sapa Eyang, kepalaku seperti kejatuhan batu.
Gila, untuk makan sekeluarga saja masih pertanyaan! Bagaimana kalau
mesti menjamu Eyang yang hanya doyan makan masakan Eropa dan
buah-buahan impor itu?
Kesalahanku berikutnya, ini sulit aku maafkan. Ketika Bos merogoh
sakunya untuk mengeluarkan dompet, menalangi biaya mengurus Eyang,
dengan sigap aku kunci sikunya, sambil senyum TST menunjukkan tak
ada masalah.
”Beres Bos, jangan ragu-ragu, kami akan jaga beliau, Bos berangkat saja.
Kapan?”
”Ini sekarang langsung ke Cengkareng!”
Sumber: https://pohon-belimbing.blogspot.
Kalimat yang menunjukkan bahwa tokoh aku berpura-pura mampu membiayai keperluan Eyang adalah ..