ULANGAN FIQIH KELAS XI

Berdasarkan definisi dan pengertian dalam hukum pidana, pembunuhan dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Setiap macam pembunuhan memiliki karakteristik yang berbeda tergantung pada niat dan cara pelaksanaannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, di antara pilihan berikut yang merupakan jenis-jenis pembunuhan yang dibedakan berdasarkan niat dan keadaan pelakunya adalah...

• Pembunuhan berencana, pembunuhan seperti disengaja, dan pembunuhan karena kelalaian.

• Pembunuhan berencana, pembunuhan karena pembelaan diri, dan pembunuhan akibat perkelahian.

• Pembunuhan berencana, pembunuhan dengan penganiayaan, dan pembunuhan oleh keluarga.

• Pembunuhan berencana, pembunuhan dalam keadaan mabuk, dan pembunuhan akibat kecelakaan.

• Pembunuhan berencana, pembunuhan spontan, dan pembunuhan karena pengaruh alkohol.

Menurut para ulama fikih, pembunuhan tersalah (qatl al-khata') adalah pembunuhan yang terjadi karena kesalahan atau ketidaksengajaan, tanpa adanya niat untuk membunuh. Dalam pandangan fikih jinayah, tindakan ini biasanya dipandang berbeda dengan pembunuhan yang disengaja (qatl 'amdan) atau pembunuhan yang disebabkan oleh pembelaan diri (qatl difa' an nafs). Pembunuhan tersalah terjadi, misalnya, dalam kasus kecelakaan yang menyebabkan kematian seseorang, seperti salah sasaran dalam pertempuran atau ketidaksengajaan dalam penggunaan senjata. Berdasarkan narasi di atas, pernyataan yang paling tepat mengenai pengertian pembunuhan tersalah dalam perspektif fikih jinayah adalah...

• Pembunuhan tersalah terjadi karena tindakan yang disengaja dan dilakukan dengan penuh perencanaan.

• Pembunuhan tersalah merupakan pembunuhan yang terjadi karena ketidaksengajaan, tanpa niat untuk membunuh korban.

• Pembunuhan tersalah adalah pembunuhan yang dilakukan dalam kondisi pembelaan diri, sehingga tidak ada niat untuk membunuh.

• Pembunuhan tersalah hanya terjadi dalam konteks peperangan atau konflik bersenjata, dan tidak berlaku dalam kehidupan sehari-hari.

• Pembunuhan tersalah adalah tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang hakim atau pejabat negara yang sah dalam menjalankan tugasnya.

Dalam fikih jinayah, pembunuhan merupakan salah satu jenis tindakan kriminal yang sangat dilarang. Tindakan ini tidak hanya dilarang karena menyebabkan hilangnya nyawa, tetapi juga karena dapat menimbulkan kerusakan sosial yang besar. Dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadis, Allah SWT mengingatkan umat-Nya untuk tidak membunuh sesama manusia tanpa alasan yang sah. Tindakan pembunuhan dalam fikih jinayah terbagi menjadi beberapa kategori, antara lain pembunuhan yang disengaja (qathl 'amd) dan pembunuhan yang tidak disengaja (qathl khata’). Sanksi bagi pelaku pembunuhan dapat berbeda-beda, tergantung pada jenis pembunuhan yang dilakukan, serta faktor-faktor lain seperti pelaku, korban, dan keadaan saat kejadian. Berdasarkan narasi di atas, pilihan berikut yang paling tepat sebagai dasar hukum larangan membunuh dalam tinjauan fikih jinayah adalah...

• "Tidak ada kehidupan setelah mati, sehingga tidak ada manfaat dalam melindungi nyawa manusia."

• "Setiap orang berhak untuk membela diri, bahkan dengan mengorbankan nyawa orang lain jika diperlukan."

• "Tidak boleh ada orang yang dibunuh tanpa alasan yang sah, karena nyawa manusia sangat berharga dan hanya Allah yang berhak mencabutnya."

• "Pembunuhan hanya dilarang dalam kasus pembunuhan y

Pada suatu hari, seorang pria bernama Andi ditemukan tewas di rumahnya dengan luka tusuk di dada. Setelah penyelidikan, polisi menemukan bahwa pelaku pembunuhan tersebut adalah Budi, yang diketahui memiliki hubungan pribadi yang buruk dengan Andi. Budi ditangkap dan dihadapkan pada pengadilan. Setelah proses persidangan, pengadilan memutuskan bahwa Budi dihukum dengan hukum qisas, sesuai dengan hukum yang berlaku.

Berdasarkan ilustrasi kasus di atas, yang dimaksud dengan hukum qisas dan macam-macam hukuman yang dapat diterapkan dalam hukum qisas adalah ...

• Hukum qisas hanya berlaku pada tindak pidana pencurian dan perampokan yang mengakibatkan korban terluka, dan hukuman yang dijatuhkan adalah hukuman penjara.

• Hukum qisas adalah hukuman yang diberlakukan kepada pelaku pembunuhan, dengan hukuman yang setimpal berupa hukuman mati atau penjara seumur hidup, tanpa ada opsi pembalasan fisik terhadap pelaku.

• Hukum qisas adalah hukuman yang diterapkan pada pelaku pembunuhan atau penganiayaan berat, dengan ketentuan bahwa korban atau keluarganya berhak untuk membalas perlakuan yang diterima dengan cara yang sama, baik berupa pembunuhan atau penganiayaan, tetapi dengan persetujuan keluarga korban.

• Hukum qisas hanya diterapkan pada kasus-kasus yang melibatkan kerusakan pada harta benda, bukan pada kasus kekerasan fisik terhadap manusia.

• Hukum qisas dapat diterapkan pada kasus pembunuhan atau penganiayaan dengan beberapa bentuk hukuman yang mencakup pembalasan yang setimpal, baik dalam bentuk pembunuhan, pemotongan tangan, atau hukuman lainnya sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan.

Seorang pria bernama Rahman terlibat dalam perkelahian dengan Rival. Dalam perkelahian tersebut, Rahman menggunakan pisau untuk melukai tangan kiri Rival hingga mengalami luka parah. Rival kemudian melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib.

Berdasarkan ketentuan fikih jinayah, sanksi yang harus diterima oleh Rahman atas tindakan melukai tangan Rival adalah ...

• Qisas, karena tindakan tersebut mengakibatkan luka fisik yang serius pada anggota tubuh Rival.

• Diyat, karena tindakan tersebut tidak mengakibatkan kematian atau cedera yang lebih berat pada tubuh Rival.

• Hudud, karena perkelahian tersebut dilakukan dengan niat jahat.

• Ta’zir, karena perkelahian tersebut tidak melibatkan senjata tajam.

• Tidak ada sanksi, karena Rival tidak meninggal akibat luka tersebut.

Farid dan Iqbal adalah siswa akademi kepolisian. Suatu ketika mereka sedang berlatih tembak-menembak. Sialnya, ketika Iqbal melatih menembak dia salah sasaran dan mengenai temannya Farid hingga meninggal dunia. Iqbal pun menyesal dan sangat bersedih. Hukuman bagi Iqbal agar dosa Iqbal diampuni oleh Allah SWT adalah ....

• Membayar diyat mukhafafah dan kifarat

• Dicambuk

• Membayar kifarat

• Dipenjara

• Qishas

Zina ghair muhsan dalam konteks hukum Islam merujuk pada perbuatan zina yang dilakukan oleh orang yang belum menikah dan tidak terikat dalam hubungan pernikahan sah. Ini berarti seseorang yang melakukan zina ghair muhsan adalah mereka yang tidak memiliki status sebagai suami atau istri sah menurut hukum Islam, namun tetap melakukan hubungan seksual di luar pernikahan.

Berdasarkan definisi di atas, yang paling tepat menggambarkan pengertian zina ghair muhsan adalah ....

• Zina yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak sah dalam pernikahannya

• Zina yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah dengan pasangan lain tanpa persetujuan

• Zina yang dilakukan oleh orang yang belum menikah dengan pasangan yang juga belum menikah

• Zina yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah namun tidak memiliki ikatan pernikahan sah

• Zina yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan pernikahan dan sudah berstatus janda/duda

Seorang pria dan wanita yang belum menikah (ghair muhsan) tertangkap basah melakukan zina. Dalam hal ini, kedua orang tersebut mengakui perbuatan mereka dan merasa menyesal. Menurut hukum Islam, zina ghair muhsan memiliki hukuman tertentu. Berdasarkan ilustrasi kasus di atas, hukuman yang paling sesuai untuk kedua pelaku zina ghair muhsan adalah

• Dihukum cambuk sebanyak 100 kali

• Dipenjara selama 5 tahun

• Dihukum mati sebagai bentuk penebusan dosa

• Dikenakan denda sebesar 100 ekor unta

• Tidak diberikan hukuman karena mereka sudah menyesal

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, terdapat sebuah kasus di mana seorang wanita yang sudah menikah tertangkap basah sedang berzina dengan seorang pria yang bukan suaminya. Setelah diselidiki, keduanya mengakui perbuatan mereka di hadapan khalifah dan masyarakat. Dalam Islam, perbuatan zina dianggap sebagai salah satu dosa besar dan terdapat aturan yang jelas mengenai hukuman bagi pelaku zina. Namun, dalam beberapa pandangan, hukuman ini bisa bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis perzinahan (zina dalam keadaan menikah atau tidak), serta pengakuan dari pelaku sendiri. Meskipun ada perbedaan pendapat, pada dasarnya, hukum Islam memberikan ketegasan terhadap pelaku zina yang memenuhi kriteria tertentu. Berdasarkan prinsip hukum Islam dan pernyataan di atas, hukuman yang seharusnya diterima oleh pelaku zina tersebut adalah

• Mereka hanya akan diberikan hukuman denda yang harus dibayar kepada keluarga korban

• Pelaku perempuan dihukum rajam sampai mati, sedangkan pelaku pria hanya diberi hukuman cambuk karena dia belum menikah

• Pelaku perempuan dihukum cambuk 100 kali, sedangkan pelaku pria dihukum rajam sampai mati karena sudah menikah

• Mereka berdua dihukum rajam sampai mati karena keduanya sudah menikah dan mengakui perbuatannya

• Kedua pelaku diberi hukuman penjara selama 3 bulan karena dianggap sudah menyesali perbuatannya

Siti dan Iwan adalah dua orang remaja yang tinggal di sebuah desa kecil. Mereka telah berpacaran selama beberapa bulan dan sering bertemu di tempat-tempat yang sepi. Pada suatu hari, mereka ditemukan oleh warga desa sedang berada di dalam sebuah rumah kosong. Mereka diduga telah melakukan perbuatan zina, karena beberapa warga melihat keduanya keluar dari rumah tersebut dalam keadaan gelisah dan pakaian mereka sedikit tidak rapi. Namun, keduanya membantah tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa mereka hanya berbicara di dalam rumah itu tanpa melakukan perbuatan yang tidak senonoh.

Setelah ditelusuri, diketahui bahwa keduanya tidak memiliki saksi yang dapat membuktikan bahwa mereka tidak melakukan zina. Namun, tidak ditemukan pula bukti fisik atau barang bukti lain yang menguatkan tuduhan tersebut.

Berdasarkan ilustrasi kasus yang disampaikan di atas, di antara pernyataan berikut yang paling tepat terkait dengan syarat-syarat dijatuhkannya had zina terhadap Siti dan Iwan adalah ....

• Had zina dapat dijatuhkan meskipun tidak ada saksi atau bukti fisik yang kuat, selama ada pengakuan dari pelaku zina itu sendiri.

• Siti dan Iwan tidak dapat dijatuhi had zina karena tidak ada bukti yang cukup, baik saksi maupun bukti fisik yang mendukung tuduhan tersebut.

• Meskipun tidak ada bukti yang cukup, keduanya tetap dapat dijatuhi had zina karena mereka berada di dalam rumah kosong dalam waktu yang lama.

• Had zina dapat dijatuhkan berdasarkan asumsi masyarakat setempat yang melihat keduanya keluar dari rumah kosong tersebut.

• Siti dan Iwan dapat dijatuhi had zina jika ada saksi mata yang melihat keduanya melakukan hubungan seksual di rumah tersebut