SOAL SIMULASI LITERASI

SOAL SIMULASI LITERASI

7th Grade

36 Qs

quiz-placeholder

Similar activities

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

7th Grade - University

33 Qs

LATIHAN LITNUM 2024

LATIHAN LITNUM 2024

6th - 8th Grade

40 Qs

08 SOAL UJIAN PRAKARYA KELAS VII SE-2

08 SOAL UJIAN PRAKARYA KELAS VII SE-2

7th Grade

40 Qs

PAS PLBJ KELAS 1 SEMESTER GANJIL

PAS PLBJ KELAS 1 SEMESTER GANJIL

1st - 10th Grade

35 Qs

SOAL IPS Kelas 7

SOAL IPS Kelas 7

7th Grade

40 Qs

berita kls 7

berita kls 7

7th Grade

40 Qs

prakarya kelas 7 susulan

prakarya kelas 7 susulan

7th Grade

40 Qs

PAT B-Arab Kelas 7 Th 2019-2020

PAT B-Arab Kelas 7 Th 2019-2020

7th Grade

40 Qs

SOAL SIMULASI LITERASI

SOAL SIMULASI LITERASI

Assessment

Quiz

Other

7th Grade

Easy

Created by

Nur Athussyaleha

Used 1+ times

FREE Resource

36 questions

Show all answers

1.

FILL IN THE BLANK QUESTION

15 mins • 1 pt

Media Image

Nenek, Ani, dan Secarik Batik

Di dalam bilik rumah yang sederhana, seorang nenek tampak sedang mengajari cucunya untuk membatik. Ani, begitu nama panggilan cucu nenek, begitu takjub melihat gerakan-gerakan tangan neneknya yang masih saja cekatan meskipun usianya sudah tak lagi muda. Semangat nenek seolah tak pernah luntur. Nenek memegang canting dengan sangat hati-hati. Dia menggoreskan tetes-tetes cairan coklat kental yang keluar dari canting ke secarik kain putih.

Peluh di tubuh nenek nyaris membuat pakaiannya basah kuyup. Karena sudah mulai lelah, nenek memutuskan untuk beristirahat. Melihat nenek hendak meletakkan canting, Ani tiba-tiba berkata padanya. “Nenek istirahat dulu. Biar Aku yang membatik. Aku juga ingin belajar agar bisa pandai membatik seperti, Nenek.”
Nenek tersenyum melihat kesungguhan cucunya yang ingin belajar. Dengan rasa bahagia, nenek menyerahkan canting itu kepada Ani. “Iya, tapi hati-hati. Di dekatmu ada kompor dan malam yang mendidih.” jawab nenek sambil berdiri dari kursinya. Dengan cepat, Ani langsung mengambil canting itu dan mulai membatik.

Ya, Ani tidak sabar ingin segera mengoleskan cairan malam itu pada desain batik pesisir yang sudah dibuat oleh nenek. Ani ingin membuktikan kepada nenek bahwa dia adalah orang yang mewarisi kepandaian nenek dalam membatik. Tanpa sadar, baju Ani mulai basah oleh peluhnya sendiri.
Dia mulai sering menggeliat karena otot-ototnya terasa kaku. Ani harus fokus dan berhati-hati agar cairan malam yang dioleskannya tetap berada dalam motif batik yang sudah digambar. Beberapa kali Ani tampak kesulitan mengoleskan cairan malam itu. “Ahhh…susaaah sekali!” ucap Ani dalam hati. Ani begitu lelah. Rasanya, dia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan. Tiba-tiba, ketika mencoba meregangkan otot-otot kakinya, ujung jari kaki Ani menyenggol kompor yang menopang cairan malam yang mendidih!

Cairan itu tumpah membasahi lantai. Kulit kaki Ani sedikit terciprat. Beruntung, cairan malam itu tinggal sedikit. Meskipun sedikit, cipratan itu sudah cukup untuk membuat Ani menangis terisak. Nenek yang sedang berada tidak jauh dari situ bergegas menolong Ani.
Setelah mengobati luka Ani, nenek berkata, “Ani, membatik itu butuh kesabaran dan ketekunan. Untuk menghasilkan batik yang bagus, kita tidak bisa mengerjakannya dengan buru-buru. Kita harus bisa menikmati proses membatik.” Dengan rasa bersalah, Ani menjawab, “Maaf, Nenek. Tadi, aku tidak sabar ingin segera menyelesaikannya. Aku juga memaksakan diri untuk tetap membatik meskipun sudah lelah. Jadinya, aku malah menumpahkan malam.”
Nenek pun memeluk Ani. Dalam dekapan nenek, Ani berjanji untuk lebih bersabar ketika membatik. Dia akan berusaha untuk menikmati setiap prosesnya. Ya, tak ada batik yang berkualitas jika tidak dibuat dengan penuh kesabaran dan ketekunan.

 

Nenek menggoreskan tetes-tetes cairan coklat kental pada secarik kain putih. Dari mana tetes-tetes cairan itu berasal?

2.

OPEN ENDED QUESTION

15 mins • 2 pts

Media Image

Nenek, Ani, dan Secarik Batik

Di dalam bilik rumah yang sederhana, seorang nenek tampak sedang mengajari cucunya untuk membatik. Ani, begitu nama panggilan cucu nenek, begitu takjub melihat gerakan-gerakan tangan neneknya yang masih saja cekatan meskipun usianya sudah tak lagi muda. Semangat nenek seolah tak pernah luntur. Nenek memegang canting dengan sangat hati-hati. Dia menggoreskan tetes-tetes cairan coklat kental yang keluar dari canting ke secarik kain putih.

Peluh di tubuh nenek nyaris membuat pakaiannya basah kuyup. Karena sudah mulai lelah, nenek memutuskan untuk beristirahat. Melihat nenek hendak meletakkan canting, Ani tiba-tiba berkata padanya. “Nenek istirahat dulu. Biar Aku yang membatik. Aku juga ingin belajar agar bisa pandai membatik seperti, Nenek.”
Nenek tersenyum melihat kesungguhan cucunya yang ingin belajar. Dengan rasa bahagia, nenek menyerahkan canting itu kepada Ani. “Iya, tapi hati-hati. Di dekatmu ada kompor dan malam yang mendidih.” jawab nenek sambil berdiri dari kursinya. Dengan cepat, Ani langsung mengambil canting itu dan mulai membatik.

Ya, Ani tidak sabar ingin segera mengoleskan cairan malam itu pada desain batik pesisir yang sudah dibuat oleh nenek. Ani ingin membuktikan kepada nenek bahwa dia adalah orang yang mewarisi kepandaian nenek dalam membatik. Tanpa sadar, baju Ani mulai basah oleh peluhnya sendiri.
Dia mulai sering menggeliat karena otot-ototnya terasa kaku. Ani harus fokus dan berhati-hati agar cairan malam yang dioleskannya tetap berada dalam motif batik yang sudah digambar. Beberapa kali Ani tampak kesulitan mengoleskan cairan malam itu. “Ahhh…susaaah sekali!” ucap Ani dalam hati. Ani begitu lelah. Rasanya, dia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan. Tiba-tiba, ketika mencoba meregangkan otot-otot kakinya, ujung jari kaki Ani menyenggol kompor yang menopang cairan malam yang mendidih!

Cairan itu tumpah membasahi lantai. Kulit kaki Ani sedikit terciprat. Beruntung, cairan malam itu tinggal sedikit. Meskipun sedikit, cipratan itu sudah cukup untuk membuat Ani menangis terisak. Nenek yang sedang berada tidak jauh dari situ bergegas menolong Ani.
Setelah mengobati luka Ani, nenek berkata, “Ani, membatik itu butuh kesabaran dan ketekunan. Untuk menghasilkan batik yang bagus, kita tidak bisa mengerjakannya dengan buru-buru. Kita harus bisa menikmati proses membatik.” Dengan rasa bersalah, Ani menjawab, “Maaf, Nenek. Tadi, aku tidak sabar ingin segera menyelesaikannya. Aku juga memaksakan diri untuk tetap membatik meskipun sudah lelah. Jadinya, aku malah menumpahkan malam.”
Nenek pun memeluk Ani. Dalam dekapan nenek, Ani berjanji untuk lebih bersabar ketika membatik. Dia akan berusaha untuk menikmati setiap prosesnya. Ya, tak ada batik yang berkualitas jika tidak dibuat dengan penuh kesabaran dan ketekunan.

Apa yang membuat Ani takjub saat memandang nenek yang sedang membatik?

Klik pada setiap pilihan jawaban benar! Jawaban benar lebih dari satu.

Evaluate responses using AI:

OFF

3.

MULTIPLE SELECT QUESTION

15 mins • 2 pts

Media Image

Nenek, Ani, dan Secarik Batik

Di dalam bilik rumah yang sederhana, seorang nenek tampak sedang mengajari cucunya untuk membatik. Ani, begitu nama panggilan cucu nenek, begitu takjub melihat gerakan-gerakan tangan neneknya yang masih saja cekatan meskipun usianya sudah tak lagi muda. Semangat nenek seolah tak pernah luntur. Nenek memegang canting dengan sangat hati-hati. Dia menggoreskan tetes-tetes cairan coklat kental yang keluar dari canting ke secarik kain putih.

Peluh di tubuh nenek nyaris membuat pakaiannya basah kuyup. Karena sudah mulai lelah, nenek memutuskan untuk beristirahat. Melihat nenek hendak meletakkan canting, Ani tiba-tiba berkata padanya. “Nenek istirahat dulu. Biar Aku yang membatik. Aku juga ingin belajar agar bisa pandai membatik seperti, Nenek.”
Nenek tersenyum melihat kesungguhan cucunya yang ingin belajar. Dengan rasa bahagia, nenek menyerahkan canting itu kepada Ani. “Iya, tapi hati-hati. Di dekatmu ada kompor dan malam yang mendidih.” jawab nenek sambil berdiri dari kursinya. Dengan cepat, Ani langsung mengambil canting itu dan mulai membatik.

Ya, Ani tidak sabar ingin segera mengoleskan cairan malam itu pada desain batik pesisir yang sudah dibuat oleh nenek. Ani ingin membuktikan kepada nenek bahwa dia adalah orang yang mewarisi kepandaian nenek dalam membatik. Tanpa sadar, baju Ani mulai basah oleh peluhnya sendiri.
Dia mulai sering menggeliat karena otot-ototnya terasa kaku. Ani harus fokus dan berhati-hati agar cairan malam yang dioleskannya tetap berada dalam motif batik yang sudah digambar. Beberapa kali Ani tampak kesulitan mengoleskan cairan malam itu. “Ahhh…susaaah sekali!” ucap Ani dalam hati. Ani begitu lelah. Rasanya, dia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan. Tiba-tiba, ketika mencoba meregangkan otot-otot kakinya, ujung jari kaki Ani menyenggol kompor yang menopang cairan malam yang mendidih!

Cairan itu tumpah membasahi lantai. Kulit kaki Ani sedikit terciprat. Beruntung, cairan malam itu tinggal sedikit. Meskipun sedikit, cipratan itu sudah cukup untuk membuat Ani menangis terisak. Nenek yang sedang berada tidak jauh dari situ bergegas menolong Ani.
Setelah mengobati luka Ani, nenek berkata, “Ani, membatik itu butuh kesabaran dan ketekunan. Untuk menghasilkan batik yang bagus, kita tidak bisa mengerjakannya dengan buru-buru. Kita harus bisa menikmati proses membatik.” Dengan rasa bersalah, Ani menjawab, “Maaf, Nenek. Tadi, aku tidak sabar ingin segera menyelesaikannya. Aku juga memaksakan diri untuk tetap membatik meskipun sudah lelah. Jadinya, aku malah menumpahkan malam.”
Nenek pun memeluk Ani. Dalam dekapan nenek, Ani berjanji untuk lebih bersabar ketika membatik. Dia akan berusaha untuk menikmati setiap prosesnya. Ya, tak ada batik yang berkualitas jika tidak dibuat dengan penuh kesabaran dan ketekunan.

Bagaimana sifat nenek yang tergambar dalam kutipan dan isi cerita tersebut?

Klik pada pilihan Benar untuk setiap pernyataan berdasarkan teks!

Nenek adalah sosok yang penyayang.

Nenek sosok yang pekerja keras.

Nenek memiliki sifat yang sangat sabar.

4.

MULTIPLE SELECT QUESTION

15 mins • 2 pts

Media Image

Nenek, Ani, dan Secarik Batik

Di dalam bilik rumah yang sederhana, seorang nenek tampak sedang mengajari cucunya untuk membatik. Ani, begitu nama panggilan cucu nenek, begitu takjub melihat gerakan-gerakan tangan neneknya yang masih saja cekatan meskipun usianya sudah tak lagi muda. Semangat nenek seolah tak pernah luntur. Nenek memegang canting dengan sangat hati-hati. Dia menggoreskan tetes-tetes cairan coklat kental yang keluar dari canting ke secarik kain putih.

Peluh di tubuh nenek nyaris membuat pakaiannya basah kuyup. Karena sudah mulai lelah, nenek memutuskan untuk beristirahat. Melihat nenek hendak meletakkan canting, Ani tiba-tiba berkata padanya. “Nenek istirahat dulu. Biar Aku yang membatik. Aku juga ingin belajar agar bisa pandai membatik seperti, Nenek.”
Nenek tersenyum melihat kesungguhan cucunya yang ingin belajar. Dengan rasa bahagia, nenek menyerahkan canting itu kepada Ani. “Iya, tapi hati-hati. Di dekatmu ada kompor dan malam yang mendidih.” jawab nenek sambil berdiri dari kursinya. Dengan cepat, Ani langsung mengambil canting itu dan mulai membatik.

Ya, Ani tidak sabar ingin segera mengoleskan cairan malam itu pada desain batik pesisir yang sudah dibuat oleh nenek. Ani ingin membuktikan kepada nenek bahwa dia adalah orang yang mewarisi kepandaian nenek dalam membatik. Tanpa sadar, baju Ani mulai basah oleh peluhnya sendiri.
Dia mulai sering menggeliat karena otot-ototnya terasa kaku. Ani harus fokus dan berhati-hati agar cairan malam yang dioleskannya tetap berada dalam motif batik yang sudah digambar. Beberapa kali Ani tampak kesulitan mengoleskan cairan malam itu. “Ahhh…susaaah sekali!” ucap Ani dalam hati. Ani begitu lelah. Rasanya, dia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan. Tiba-tiba, ketika mencoba meregangkan otot-otot kakinya, ujung jari kaki Ani menyenggol kompor yang menopang cairan malam yang mendidih!

Cairan itu tumpah membasahi lantai. Kulit kaki Ani sedikit terciprat. Beruntung, cairan malam itu tinggal sedikit. Meskipun sedikit, cipratan itu sudah cukup untuk membuat Ani menangis terisak. Nenek yang sedang berada tidak jauh dari situ bergegas menolong Ani.
Setelah mengobati luka Ani, nenek berkata, “Ani, membatik itu butuh kesabaran dan ketekunan. Untuk menghasilkan batik yang bagus, kita tidak bisa mengerjakannya dengan buru-buru. Kita harus bisa menikmati proses membatik.” Dengan rasa bersalah, Ani menjawab, “Maaf, Nenek. Tadi, aku tidak sabar ingin segera menyelesaikannya. Aku juga memaksakan diri untuk tetap membatik meskipun sudah lelah. Jadinya, aku malah menumpahkan malam.”
Nenek pun memeluk Ani. Dalam dekapan nenek, Ani berjanji untuk lebih bersabar ketika membatik. Dia akan berusaha untuk menikmati setiap prosesnya. Ya, tak ada batik yang berkualitas jika tidak dibuat dengan penuh kesabaran dan ketekunan.

Sebelum menumpahkan malam dan mendengar nasihat Nenek, bagaimana sikap Ani ketika membatik?
Klik pada setiap pilihan jawaban benar! Jawaban benar lebih dari satu.

Ani tetap membatik meskipun sudah merasa lelah.

Ani menyadari jika membatik memerlukan kesabaran

Ani begitu menikmati setiap proses dalam membatik.

Ani ingin segera menyelesaikan olesan malam pada kain.

5.

MULTIPLE SELECT QUESTION

15 mins • 2 pts

Nenek, Ani, dan Secarik Batik

Di dalam bilik rumah yang sederhana, seorang nenek tampak sedang mengajari cucunya untuk membatik. Ani, begitu nama panggilan cucu nenek, begitu takjub melihat gerakan-gerakan tangan neneknya yang masih saja cekatan meskipun usianya sudah tak lagi muda. Semangat nenek seolah tak pernah luntur. Nenek memegang canting dengan sangat hati-hati. Dia menggoreskan tetes-tetes cairan coklat kental yang keluar dari canting ke secarik kain putih.

Peluh di tubuh nenek nyaris membuat pakaiannya basah kuyup. Karena sudah mulai lelah, nenek memutuskan untuk beristirahat. Melihat nenek hendak meletakkan canting, Ani tiba-tiba berkata padanya. “Nenek istirahat dulu. Biar Aku yang membatik. Aku juga ingin belajar agar bisa pandai membatik seperti, Nenek.”
Nenek tersenyum melihat kesungguhan cucunya yang ingin belajar. Dengan rasa bahagia, nenek menyerahkan canting itu kepada Ani. “Iya, tapi hati-hati. Di dekatmu ada kompor dan malam yang mendidih.” jawab nenek sambil berdiri dari kursinya. Dengan cepat, Ani langsung mengambil canting itu dan mulai membatik.

Ya, Ani tidak sabar ingin segera mengoleskan cairan malam itu pada desain batik pesisir yang sudah dibuat oleh nenek. Ani ingin membuktikan kepada nenek bahwa dia adalah orang yang mewarisi kepandaian nenek dalam membatik. Tanpa sadar, baju Ani mulai basah oleh peluhnya sendiri.
Dia mulai sering menggeliat karena otot-ototnya terasa kaku. Ani harus fokus dan berhati-hati agar cairan malam yang dioleskannya tetap berada dalam motif batik yang sudah digambar. Beberapa kali Ani tampak kesulitan mengoleskan cairan malam itu. “Ahhh…susaaah sekali!” ucap Ani dalam hati. Ani begitu lelah. Rasanya, dia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan. Tiba-tiba, ketika mencoba meregangkan otot-otot kakinya, ujung jari kaki Ani menyenggol kompor yang menopang cairan malam yang mendidih!

Cairan itu tumpah membasahi lantai. Kulit kaki Ani sedikit terciprat. Beruntung, cairan malam itu tinggal sedikit. Meskipun sedikit, cipratan itu sudah cukup untuk membuat Ani menangis terisak. Nenek yang sedang berada tidak jauh dari situ bergegas menolong Ani.
Setelah mengobati luka Ani, nenek berkata, “Ani, membatik itu butuh kesabaran dan ketekunan. Untuk menghasilkan batik yang bagus, kita tidak bisa mengerjakannya dengan buru-buru. Kita harus bisa menikmati proses membatik.” Dengan rasa bersalah, Ani menjawab, “Maaf, Nenek. Tadi, aku tidak sabar ingin segera menyelesaikannya. Aku juga memaksakan diri untuk tetap membatik meskipun sudah lelah. Jadinya, aku malah menumpahkan malam.”
Nenek pun memeluk Ani. Dalam dekapan nenek, Ani berjanji untuk lebih bersabar ketika membatik. Dia akan berusaha untuk menikmati setiap prosesnya. Ya, tak ada batik yang berkualitas jika tidak dibuat dengan penuh kesabaran dan ketekunan.

Bagaimana sikap Ani setelah mendengar nasihat Nenek tentang proses pembuatan batik?
Klik pada setiap pilihan jawaban benar! Jawaban benar lebih dari satu.

Ani akan lebih bersabar dalam membatik.

Ani akan berusaha menikmati proses membatik.

Ani akan lebih cepat ketika mengoleskan malam.

6.

MULTIPLE SELECT QUESTION

15 mins • 2 pts

Media Image

Nenek, Ani, dan Secarik Batik

Di dalam bilik rumah yang sederhana, seorang nenek tampak sedang mengajari cucunya untuk membatik. Ani, begitu nama panggilan cucu nenek, begitu takjub melihat gerakan-gerakan tangan neneknya yang masih saja cekatan meskipun usianya sudah tak lagi muda. Semangat nenek seolah tak pernah luntur. Nenek memegang canting dengan sangat hati-hati. Dia menggoreskan tetes-tetes cairan coklat kental yang keluar dari canting ke secarik kain putih.

Peluh di tubuh nenek nyaris membuat pakaiannya basah kuyup. Karena sudah mulai lelah, nenek memutuskan untuk beristirahat. Melihat nenek hendak meletakkan canting, Ani tiba-tiba berkata padanya. “Nenek istirahat dulu. Biar Aku yang membatik. Aku juga ingin belajar agar bisa pandai membatik seperti, Nenek.”
Nenek tersenyum melihat kesungguhan cucunya yang ingin belajar. Dengan rasa bahagia, nenek menyerahkan canting itu kepada Ani. “Iya, tapi hati-hati. Di dekatmu ada kompor dan malam yang mendidih.” jawab nenek sambil berdiri dari kursinya. Dengan cepat, Ani langsung mengambil canting itu dan mulai membatik.

Ya, Ani tidak sabar ingin segera mengoleskan cairan malam itu pada desain batik pesisir yang sudah dibuat oleh nenek. Ani ingin membuktikan kepada nenek bahwa dia adalah orang yang mewarisi kepandaian nenek dalam membatik. Tanpa sadar, baju Ani mulai basah oleh peluhnya sendiri.
Dia mulai sering menggeliat karena otot-ototnya terasa kaku. Ani harus fokus dan berhati-hati agar cairan malam yang dioleskannya tetap berada dalam motif batik yang sudah digambar. Beberapa kali Ani tampak kesulitan mengoleskan cairan malam itu. “Ahhh…susaaah sekali!” ucap Ani dalam hati. Ani begitu lelah. Rasanya, dia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan. Tiba-tiba, ketika mencoba meregangkan otot-otot kakinya, ujung jari kaki Ani menyenggol kompor yang menopang cairan malam yang mendidih!

Cairan itu tumpah membasahi lantai. Kulit kaki Ani sedikit terciprat. Beruntung, cairan malam itu tinggal sedikit. Meskipun sedikit, cipratan itu sudah cukup untuk membuat Ani menangis terisak. Nenek yang sedang berada tidak jauh dari situ bergegas menolong Ani.
Setelah mengobati luka Ani, nenek berkata, “Ani, membatik itu butuh kesabaran dan ketekunan. Untuk menghasilkan batik yang bagus, kita tidak bisa mengerjakannya dengan buru-buru. Kita harus bisa menikmati proses membatik.” Dengan rasa bersalah, Ani menjawab, “Maaf, Nenek. Tadi, aku tidak sabar ingin segera menyelesaikannya. Aku juga memaksakan diri untuk tetap membatik meskipun sudah lelah. Jadinya, aku malah menumpahkan malam.”
Nenek pun memeluk Ani. Dalam dekapan nenek, Ani berjanji untuk lebih bersabar ketika membatik. Dia akan berusaha untuk menikmati setiap prosesnya. Ya, tak ada batik yang berkualitas jika tidak dibuat dengan penuh kesabaran dan ketekunan.

Mengapa pemilihan gambar pada teks sudah sesuai dengan isi teks?
Klik pada setiap pilihan jawaban benar! Jawaban benar lebih dari satu.

Terdapat malam yang mendidih dalam wajan.

Tampak seorang nenek yang sedang membatik

Tersaji pemandangan dalam bilik rumah yang mewah.

Teroles cairan malam berwarna putih pada secarik kain cokelat.

7.

MULTIPLE CHOICE QUESTION

15 mins • 1 pt

Media Image

Apa tugas sebagai seorang foodgrapher?

Mengolah makanan agar terlihat menggoda saat proses pemotretan.

Membuat gambar makanan yang menarik dalam bentuk visual.

Menyusun portofolio yang baik dalam memotret berbagai makanan.

Memberi referensi makanan yang dipotret kepada pengunjung restoran.

Create a free account and access millions of resources

Create resources
Host any resource
Get auto-graded reports
or continue with
Microsoft
Apple
Others
By signing up, you agree to our Terms of Service & Privacy Policy
Already have an account?