Perhatikan teks negosiasi berbentuk narasi di bawah ini!
“Yah ... Rani benar-benar perlu HP. Belikan ya Yah?” kata Rani pada Ayahnya.
“Ayah belum punya cukup uang untuk membeli HP, Ran. Lagipula kan sudah ada
telepon rumah,” kata Ayah sambil meletakkan koran ke atas meja.
“Tapi, Yah ... semua teman Rani punya HP. Mereka dapat dengan mudah
menelpon orang tuanya saat terpaksa pulang telat.”
“Lha kalau begitu kamu jangan pulang telat,” kata Ayah lagi.
Rani hampir saja menangis.
“Tak hanya itu, Yah ... Rani iri sama teman-teman Rani yang dapat dengan
mudah mengunduh materi pembelajaran, ngirim tugas, bahkan berdiskusi untuk
mengerjakan tugas-tugas tanpa harus keluar rumah,” kata Rani dengan kalimat yang
runtut dan jelas. Kalimat yang sudah beberapa hari ia rancang untuk merayu Ayahnya.
Mendengar penjelasan Rani, Ayah melepas kaca matanya dan menatap Rani
dengan lembut. “Sebegitu pentingkah HP itu bagimu, Nak?”
Rani hampir saja melonjak kegirangan mendengar reaksi Ayahnya.
“Iya Yah. Apalagi guru-guru sering menugaskan kami untuk mengirim tugas ke
grup facebook atau mengunggah tugas di blog. Kalau Rani punya HP kan enak. Bisa
buat diskusi bareng teman-teman sekaligus dapat mengakses internet melalui HP.”
“Hm ... Ayah akan membelikan HP untuk Rani, asal ....” Ayah seakan sengaja
menggoda Rani. “Asal apa Yah?” tanya Rani tak sabar.
“Asal Rani rajin belajar dan berjanji akan menggunakan HP itu untuk hal-hal
yang positif.”
“Rani janji, Yah. Makasih ya Ayah,” janji Rani sambil memeluk Ayahnya.
Berdasarkan teks negosiasi di atas, masalah apa yang terjadi?