Sedari mudaku aku di sini bukan. Tak kuingat punya istri, punya anak punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tidak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor aku enggan membunuhnya. Tapi, kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu? Akan dikutuki-Nya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya? Tak kupikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umat-Nya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu, siang malam, pagi sore. Aku sebut-sebut nama-Nya selalu. Aku puji-puji Dia. Aku baca kitab-Nya.
(Robohnya Surau Kami, A.A. Navis)
Kutipan tersebut mengandung nilai . . .