Wujud Kebudayaan Tindakan dan Aktivitas Suku Sunda
Bahasa Sunda
Dalam suku Sunda pun memiliki bahasa khas yang termasuk dalam wujud kebudayaan aktivitas, yakni Bahasa Sunda. Pembelajaran Bahasa Sunda, baik secara lisan maupun tulisan telah diajarkan di lembaga pendidikan formal mulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas.
Ditinjau dari buku-buku terbitan Balai Pustaka tentang Bahasa Sunda, bahasa ini terbagi menjadi beberapa tingkatan yakni kasar pisan (sangat kasar), kasar (kasar), sedeng (sedang), lemes (halus), dan lemes pisan (sangat halus). Tingkatan-tingkatan tersebut ternyata merupakan usaha feodalisme masyarakat Sunda setelah Tanah Pasundan di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Perkembangan bahasa Sunda ternyata sudah ada sejak abad Masehi, tepatnya sebelum tahun 1600 M. Secara garis besar, bahasa Sunda terbagi menjadi beberapa sejarah, diantaranya : Sejarah bahasa Sunda masa I (sebelum tahun 1600 M) ; Sejarah bahasa Sunda masa II (1600-1800 M) ; Sejarah bahasa Sunda masa III (1800-1900 M) ; Sejarah bahasa Sunda masa IV (1900-1945 M) ; Sejarah bahasa Sunda masa V (1945-sekarang)
Upacara Pernikahan
Wujud kebudayaan yang berupa aktivitas dan tindakan manusia selanjutnya adalah Upacara Pernikahan yang lebih cenderung ke tradisi. Masyarakat suku Sunda ketika hendak melangsungkan pernikahan, pasti harus melalui beberapa tahapan yang cukup panjang terlebih dahulu karena memang sudah menjadi tradisi warisan nenek moyang. Bahkan setiap tahapan-tahapan upacara pernikahan Sunda ini harus dipersiapkan secara matang dari jauh-jauh hari. Tahapan-tahapan upacara pernikahan suku Sunda ini terbagi menjadi 3 tahap yakni sebelum, saat, dan sesudah upacara pernikahan.
a) Sebelum Pernikahan
1. Neundeun Omong, yakni perjanjian antara orang tua pihak laki-laki kepada orang tua pihak perempuan untuk melaksanakan pernikahan.
2. Ngalamar/Nyeureuhan/Nanyaan, yakni orang tua pihak laki-laki akan meminta pihak (calon) pengantin perempuan. Caranya adalah dengan bertanya apakah si gadis masih dalam status bebas atau sudah bertunangan dengan orang lain.
3. Papacangan, yakni pihak perempuan dan laki-laki akan berdekatan secara sewajarnya untuk lebih mengenal satu sama lain, dengan tetap dalam pengawasan orang tua kedua belah pihak.
4. Seserahan, yakni menyerahkan pengantin laki-laki kepada calon mertuanya untuk dinikahkan kepada si perempuan. Upacara ini dilaksanakan 1-2 hari sebelum hari perkawinan dengan membawa barang bawaan berupa uang, pakaian perempuan, perhiasan, ditambah pula sirih, pinang, kue, beras, ternak, buah-buahan, kayu bakar, juga peralatan dapur dan rumah tangga.
5. Helaran, yakni calon pengantin laki-laki beserta keluarga akan iring-iringan menuju ke rumah calon pengantin perempuan. Seolah akan menjemput calon pengantin perempuan.
6. Ngeuyeuk Seureuh, dilaksanakan pada malam hari sebelum hari pernikahan.
7. Siraman, yakni dengan memandikan calon pengantin pada sehari sebelum hari pernikahan.
b). Upacara Pernikahan
1. Akad Nikah, yakni dengan diambilnya ijab dan kabul dari calon pengantin pria dengan wali calon pengantin wanita serta penyerahan mas kawin sebagai tanda sahnya perkawinan.
2. Munjungan, yakni dilakukan oleh kedua mempelai kepada orang tua dan keluarga yang lebih tua sebagai rasa terima kasih serta memohon restu untuk membangun rumah tangga.
3. Sawer, yakni dilaksanakan di luar rumah yang dipimpin oleh juru rias atau juru sawer. Bahan-bahan yang disawer adalah: beras putih lambang kehidupan bahagia, kunyit lambang kemuliaan, bunga atau rampai lambang keharuman nama baik rumah tangga, uang logam lambang kekayaan, payung lambang kewaspadaan, sirih yang digulung berbentuk cerutu berisi gambir, kapur sirih, pinang, tembakau lambang keharmonisan suami istri, serta permen lambang manis budi dan ramah tamah.
4. Nincak Endog, yakni melambangkan cara berkomunikasi atau pergaulan suami istri dalam kehidupan sehari-hari.
5. Buka Pintu, yakni melambangkan percakapan antara kedua mempelai di dalam rumah yang mengandung nasihat dengan dipimpin oleh juru sawer.
6. Huap Lingkung, yakni dengan kedua mempelai duduk bersanding sambil menyuapi satu sama lain, sebagai tanda saling mencintai.
c) . Setelah Pernikahan
1. Numbas, yakni upacara selamatan sebagai bukti mempelai wanita masih perawan dan mempelai pria adalah pria yang sehat.
Tradisi Ruwatan
Wujud kebudayaan yang berupa aktivitas dan dianggap sebagai tradisi selanjutnya adalah Ruwatan. Tradisi ini hampir sama dengan yang ada di suku Jawa yang bertujuan untuk ‘melepaskan ancaman bahaya malapetaka dari yang melingkupinya’. Biasanya, Ruwatan di suku Sunda ini dilakukan untuk menghalau munculnya penyakit dan wabah, serta menyembuhkan seseorang dari penyakit yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Tradisi ini akan dilaksanakan dengan membaca beberapa mantra dan harus dengan persiapan khusus. Mulai dari padi dan kelapa yang berjumlah ganjil, satu kendi air tape ketan, bubur beras putih dan merah, dan beberapa sesajen.
Pernyataan yang benar berkaitan dengan wujud kebudayaan suku sunda dalam bentuk tindakan adalah....