Tanggapan terhadap Buku Fiksi dan Nonfiksi
Saya baru saja membaca dua buku yang sangat berbeda namun sama-sama menarik: "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata dan "Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia" karya Yuval Noah Harari.
Laskar Pelangi adalah novel fiksi yang memotret perjuangan anak-anak dari keluarga miskin di Belitung untuk mendapatkan pendidikan. Buku ini menyentuh dan menginspirasi karena tokoh-tokohnya digambarkan dengan penuh empati dan latar sosial yang kuat. Kisah Ikal dan teman-temannya menyiratkan pesan penting tentang semangat, persahabatan, dan arti pendidikan dalam mengubah masa depan. Bahasa yang digunakan indah dan penuh majas, menjadikan pengalaman membaca terasa sangat mengalir.
Di sisi lain, Sapiens adalah buku nonfiksi yang menyajikan sejarah panjang umat manusia sejak zaman purba hingga era modern. Buku ini tidak hanya informatif, tetapi juga mengajak pembaca untuk berpikir kritis terhadap hal-hal yang selama ini dianggap ‘biasa’. Harari mampu mengemas sejarah dan sains dalam narasi yang ringan namun tajam, membuat buku ini cocok untuk pembaca umum yang ingin memperluas wawasan.
Kedua buku ini memberikan pengalaman membaca yang berbeda. Jika Laskar Pelangi menyentuh perasaan dan menggugah emosi, maka Sapiens mengasah logika dan membuka cakrawala berpikir. Membaca fiksi dan nonfiksi seperti ini membuat saya sadar bahwa setiap jenis buku memiliki kekuatan masing-masing yang bisa memperkaya cara kita memahami dunia.
Berdasarkan teks tanggapan tersebut, perbedaan utama antara buku fiksi dan nonfiksi yang disampaikan penulis adalah...