Bacalah teks berikut ini!
Sejarah Penjajahan Bangsa-Bangsa Eropa di Indonesia
Masa kekuasaan VOC (1602-1799)
Banyak pedagang dari beberapa negara Eropa bersaing untuk menguasai perdagangan di Nusantara, termasuk Belanda. Persaingan juga terjadi di antar perusahaan dagang orang-orang Belanda. Hal itulah yang menjadi perhatian pemerintah dan parlemen Belanda, sebab persaingan itu tentu juga akan merugikan pemerintahan Belanda sendiri.
Guna menyaingi Inggris yang membentuk EIC (East India Company), pada tanggal 20 Maret 1602, Belanda membentuk kongsi (persatuan) dagang VOC. Persekutuan dagang VOC tersebut merupakan hasil penyatuan atau merger dari beberapa serikat dagang yang ada di Belanda. Serikat dagang VOC ini merupakan singkatan dari Verenigde Oost-Indische Compagnie. Dalam bahasa Indonesia VOC disebut Persekutuan Dagang Hindia-Timur. VOC pertama kali berpusat di Ambon. Tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk:
Menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama pengusaha dagang Belanda di Nusantara
Membantu keuangan pemerintah Belanda.
Menyaingi pedagang-pedagang lain dari negara Eropa lainnya, terutama Inggris dan Portugis.
Memperkuat posisi sehingga dapat melaksanakan monopoli perdagangan.
Menjalankan pemerintahan sebagai wakil pemerintah Belanda di Hindia Timur.
VOC merupakan organisasi yang mengurusi masalah perdagangan Belanda di Hindia Timur (Indonesia). Meskipun demikian, VOC bertindak seperti sebuah negara. Dalam menjalankan tugasnya VOC mendapat wewenang istimewa dari pemerintah Belanda berupa hak oktroi. Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (piagam/charter) tanggal 20 Maret 1602 memerintah daerah-daerah tersebut. Keberhasilan VOC berhasil mengusir Portugis di Maluku pada tahun 1605 mendorong VOC untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku. Karena kekuasaanya yang semakin besar, kerajaan Belanda mengangkat seorang gubernur jendral untuk memimpin VOC. Gubernur jendral yang pernah menjabat VOC adalah Pieter Both (1610-1614) dan Jan Pieterzoon Coen (1619-1623). Kebijakan Piterzoon Coen yaitu menerapkan ekstirpasi, yaitu menebang sejumlah tanaman agar produksinya tidak berlebihan sehingga harga bisa dipertahankan. Tanaman yang dikurangi produksinya adalah rempah-rempah.
Masa Hindia Belanda di Bawah Pemerintahan Belanda-Prancis (1800-1811)
Setelah VOC dibubarkan pada 1799, tanggung jawabnya diambil alih oleh Hindia Belanda (Nederlands Indies), yaitu wilayah pemerintahan jajahan di bawah Kerajaaan Belanda. Pengambilan kekuasaan ini bertujuan agar wilayah Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda. Pemerintahan Belanda hanya bertahan sampai 1806, saat itu Belanda yang menggantikan VOC harus menanggung hutang-hutang VOC.
Nusantara pada saat ini dikenal dengan nama Hindia Belanda (Nederlandsch–Indische), karena wilayah Indonesia pada masa tersebut langsung diperintah oleh Belanda. Pada masa ini masih berdiri kerajaan-kerajaan daerah yang memiliki kedaulatannya masing-masing, walaupun beberapa kerajaan daerah sudah dikontrol atau dikuasai oleh Belanda.
Pada tahun 1792–1802 terjadi perang Revolusi Prancis di Eropa. Belanda turut mengalami peperangan melawan Prancis. Akhirnya pada tahun 1806, Prancis menguasai pemerintahan Belanda yang ada di Eropa. Pemerintahan Hindia Belanda diambil alih oleh Perancis pada tahun 1808. Dengan demikian, secara tidak langsung Indonesia pernah dikuasai oleh Prancis.
Herman Willem Daendels diutus oleh Lodewijk (Louis) Napoleon untuk menjadi Gubernur yang menjabat di Batavia dengan tugas utama yaitu mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Tuntutan pemerintahan Belanda kepada Daendels hanyalah pada sektor pertahanan dan ketentaraan.
Masa Pemerintahan Kerajaan Inggris (1811-1816)
Inggris menyerbu Pulau Jawa pada tahun 1811, Belanda menyerahkan Hindia Belanda kepada Inggris melalui Kapitulasi Tuntang. Isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut.
Pada masa ini, Indonesia diperintah oleh Thomas Stamford Raffles, sebagai wakil gubernur jenderal yang berkedudukan di Kakuta, India. Namun, dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Indonesia sehingga Raffles sering dianggap juga sebagai gubernur jenderal di Indonesia yang pada waktu itu dinamakan British East Hindia (Hindia Timur Inggris).
Pada awalnya, pemerintahan Raffles di Indonesia cenderung mendapat tanggapan positif dari para raja dan rakyat Indonesia karena hal berikut ini.
Para raja dan rakyat Indonesia tidak menyukai pemerintahan Daendels yang sewenang-wenang dan kejam.
Ketika masih berkedudukan di Penang, Malaysia, Raffles beberapa kali melakukan misi rahasia ke kerajaan-kerajaan yang anti Belanda di Indonesia, seperti Palembang, Banten, dan Yogyakarta dengan janji akan memberikan hak-hak lebih besar kepada kerajaan-kerajaan tersebut.
Raffles memiliki kepribadian yang simpatik. Ia menjalankan politik dengan lebih sabar, walaupun dalam praktiknya terkadang agak berlainan.
Masa Hindia Belanda Langsung di Bawah Pemerintahan Kerajaan Belanda (1816-1942)
Setelah Inggris hengkang dari beberapa wilayah di Indonesia pada tahun 1816, pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia kembali dijalankan oleh pemerintahan yang disebut Pemerintahan Hindia Belanda (Nederlandsch–Indische) yang berada di bawah pemerintahan Kerajaan Belanda. Hal ini terjadi karena Belanda sudah merdeka dari Prancis pada tahun 1815.
Hindia Belanda diperintah oleh Ratu atau Raja Belanda dengan seorang Gubernur Jendral sebagai perwakilannya yang memiliki kekuasaan penuh untuk menjalankan pemerintahan di tanah jajahannya. Hindia Belanda secara hukum dianggap merupakan wilayah Kerajaan Belanda sesuai dalam Undang-undang Kerajaan Belanda tahun 1814.
Pemerintahan Komisaris Jenderal
Pada awalnya, pemerintahan ini dijalankan tiga orang komisaris jenderal, yaitu Flout, Buyskess, dan van der Capellen. Pemerintahan bersama itu bertugas melakukan normalisasi keadaan d Indonesia untuk menjaga peralihan kekuasan lama dari Inggris pada Belanda berjalan lancar. Setelah masa peralihan selam tiga tahun (1816-1819) itu berakhir. Kepala pemerintahan Hindia Belanda setelah itu mulai dipegang oleh seorang Gubernur Jendral. Gubernur Jenderal pertama yang memerintah Hindia Belanda antara tahun 1816-1814 adalah Van der Capellen.
Dalam menjalankan pemerintahannya, komisaris jenderal melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
Sistem pembagian daerah residen tetap dipertahankan,
Kedudukan para bupati sebagai penguasa tanah (feodal) tetap dipertahankan,
Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi,
Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen ada usaha untuk melindungi hak-hak penduduk nusantara, namun ada juga tekanan dari para pengusaha-pengusaha swasta Belanda supaya mendapatkan kebebasan menerapkan usaha. Hal ini mengancam kehidupan penduduk nusantara.
Sementara itu, kondisi ekonomi di negeri Belanda semakin memburuk akibat perang di Eropa. Oleh karena itu, gubernur selanjutnya, Van den Bosch melaksanakan cultuurstelsel (tanam paksa), untuk memberikan keuntungan yang besar bagi Belanda.
Sumber: https://vanlith1.sdstrada.sch.id/2023/04/25/sejarah-penjajahan-bangsa-bangsa-eropa-di-indonesia/
Berdasarkan teks, hubungan yang tepat antara gubernur jendral dan kebijakan yang diterapkannya ditunjukkan pada pernyataan…..