Deo pulang sekolah sambil meringis
kesakitan. Ia menuntun sepedanya dengan
sedikit terpincang-pincang. Celana dan baju
seragamnya terlihat kotor. Keringat mengucur
di dahinya. Hari itu udara memang cukup
terik.
Ibu segera menyambut Deo dengan
membukakan pintu pagar. Ibu pun membantu
Deo memasukkan sepedanya di halaman
rumah. Ibu mengambil tas Deo yang ikut kotor dan menuntunnya masuk ke
dalam rumah. Setelah Ibu memberinya minum, Ibu memeriksa luka-luka gores
di lutut dan siku Deo. Deo meringis kesakitan ketika luka-luka itu dibersihkan
dan diberikan obat.
Setelah Deo mulai terlihat tenang, Ibu meminta Deo bercerita.
“Aku yang salah, Bu. Aku tidak berhati-hati. Aku tidak akan mengulanginya
lagi. Seandainya aku tetap berada di jalurku,” kata Deo dengan penuh
penyesalan.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Nak. Terima kasih kamu telah mengakui
kesalahanmu, tetapi maukah kamu menceritakan yang sebenarnya terjadi?”
tanya Ibu dengan lembut.
“Deo tadi lomba balap sepeda dengan Arsyad ketika pulang sekolah, Bu.
Ketika kami sampai di jalan depan toko kelontong Pak Ahmad, jalanan agak
ramai. Lalu, aku melihat di situ ada trotoar yang landai dan sepi. Lalu aku naik
dan bersepeda di trotoar itu.” kata Deo sambil menunduk.
“Trotoar? Hmm… Kamu pasti tahu kalau trotoar diperuntukkan untuk
pejalan kaki, kan?” tanya Ibu.
“Iya, Bu. Saat itu di trotoar terlihat sepi. Jadi tanpa pikir panjang, Deo naik
ke trotoar itu supaya dapat mendahului Arsyad. Tetapi Deo tidak memerhatikan
ada sebongkah batu besar di tengah trotoar itu. Tanpa sengaja Deo menabrak batu besar itu dan jatuh terjerembab ke dalam got. Beruntung, got itu kering
dan dangkal. Arsyad yang berada di belakangku pun segera menolong,” cerita
Deo masih dengan wajah menyesal.
“Ibu bersyukur kamu hanya mengalami luka gores, Nak. Itu pelajaran
berharga untukmu. Trotoar itu dibuat dengan tujuan tertentu, agar para
pejalan kaki tidak berjalan di jalanan yang diperuntukkan bagi kendaraan.
Semuanya itu dibuat agar tercipta keteraturan. Masyarakatpun mendapatkan
kesempatan yang sama untuk menggunakan jalan umum,” jelas Ibu sambil
tersenyum.
“Aku mengerti, Bu. Seharusnya aku tetap berada di jalurku, bukan di jalur
yang tidak diperuntukkan buatku,” kata Deo sambil meringis.
“Baiklah kalau begitu. Luka-lukamu sudah dibersihkan dan diobati.
Sekarang kamu bisa ganti baju, cuci tangan, lalu makan siang. Beristirahatlah
setelah itu. Nanti sore biar Ayah yang memeriksa sepedamu,” kata Ibu sambil
beranjak ke dapur menyiapkan makan siang Deo.
Apa yang terjadi pada Deo saat pulang sekolah?