Dalam dua bulan berjalan, setidaknya ada peristiwa kebudayaan penting yang menempatkan candi sebagai sumber “energi”. Pada awal Maret 2014, sekelompok seniman mementaskan lakon “Shima:Kembalikan Sang Legenda”. Dalam pementasan pada tanggal 1 – 2 Maret di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) itu, sutradara Putut Budi Santosa melibatkan dua arkeolog, yakni Edy Sedyawati dan Indra C Noerhadi. Kemudian, dramaturgi pertunjukan berbentuk drama tari disusun berdasarkan temuan-temuan arkeologis di Candi Dieng.
Dieng dipakai sebagai acuan riset mengingat keberadaan Ratu Shima sebagai raja negeri Kalingga hanya ditemukan berdasarkan kabar para pencatat dari negeri Tiongkok. Candi Dieng menurut kajian arkeologis memiliki kesamaan zaman dengan keberadaan Kalingga yang diperkirakan berasal dari 1.500 tahun yang lalu.
Kolaborasi antara sutradara sekaligus koreografer Putut Budi Santosa, penata music Joko Winarko, perancang busana Lucky wijayanti, serta pendesain aksesori Terry W. Suoit, dan para arkeolog menghasilkan gambaran pertunjukan yang detail. Mereka bekerja tidak hanya dalam kerangka mengejar nilai, tetapi juga memerhatikan bentuk-bentuk aksesori, busana, dan alat musik yang diperkirakan ada di masa Kalingga. Tinggalan-tinggalan, seperti relief dan bengtuk candi, dibaca ulang, lalu diinterpretasikan untuk menemukan ragam hias busana dan aksesori yang mendekati aslinya.
Pernyataan yang tidak berhubungan dengan bacaan diatas adalah . . .